Riyono Caping Soroti Tambang Nikel di Raja Ampat: Ancaman Serius bagi Pangan Biru dan Masa Depan Laut Nusantara

0

POJOKKATA COM, Semarang – Sorotan tajam kembali datang terhadap aktivitas tambang nikel di Raja Ampat. Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Riyono Caping, menegaskan bahwa kegiatan pertambangan di wilayah konservasi seperti Raja Ampat adalah bentuk pengabaian serius terhadap kelestarian lingkungan sekaligus ancaman nyata terhadap sumber pangan biru masyarakat lokal.

“Raja Ampat seharusnya menjadi kawasan suci dari segala bentuk aktivitas destruktif, baik dampak ringan, sedang, apalagi berat. Tapi saat ini justru jadi sasaran keserakahan ekonomi,” tegas Riyono saat ditemui di Semarang, Minggu (8/6/2025).

Ia menyebut aktivitas ekonomi bernilai tinggi seperti tambang nikel memang kerap menjadi biang kerok kerusakan kawasan konservasi. Menurutnya, perlu ketegasan pemerintah dan pengawasan ketat agar kawasan tersebut tetap menjadi benteng pertahanan ekosistem sekaligus perlindungan bagi masyarakat adat yang menggantungkan hidup pada laut.

Riyono mengingatkan bahwa Raja Ampat adalah “rajanya biodiversity” di dunia kelautan dan perikanan. Kawasan konservasi perairan seluas 2 juta hektar itu menjadi rumah bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, 75 persen spesies karang dunia, enam dari tujuh jenis penyu yang terancam punah, hingga 17 spesies mamalia laut.

“Kalau semua itu diuangkan, nilainya bisa triliunan rupiah. Tapi apa kita rela kehilangan semua itu demi tambang? Keserakahan macam apa yang menutup mata terhadap kekayaan konservasi ini?” ujarnya dengan nada tinggi.

Riyono juga menyinggung pentingnya kawasan Raja Ampat sebagai sumber pangan biru bagi masyarakat pesisir. Ribuan jenis ikan dan rumput laut yang hidup di kawasan ini merupakan sumber pangan lokal yang berkelanjutan, jika dikelola dengan bijak.

Namun, menurutnya, kerusakan lingkungan akibat sedimentasi tambang telah menyebabkan kerusakan terumbu karang dan kematian berbagai jenis biota laut.

“Apa iya Kementerian KKP tidak paham seberapa besar kerugian ekologis yang akan muncul? Kawasan konservasi seharusnya memiliki risiko tinggi terhadap segala bentuk perizinan eksploitasi,” kritik Riyono.

Dari sisi potensi ekonomi, Riyono tak memungkiri bahwa tambang nikel di Raja Ampat memang menggiurkan. Pendapatan daerah dari sektor ini bisa mencapai Rp2 triliun per tahun. Namun, ia menegaskan bahwa angka tersebut tak sebanding dengan nilai ekologis yang hilang. Saat ini, kerusakan terumbu karang disebut telah mencapai hampir 30 persen dari total luasan.

“Kalau terus dibiarkan, bukan hanya kerugian ekologi yang kita hadapi, tapi juga hilangnya masa depan pangan dan penghidupan warga. Hentikan selamanya aktivitas tambang di Raja Ampat. Kalau kawasan ini tetap utuh, maka pangan biru akan tetap ada bagi warga dan anak cucu mereka,” pungkasnya.

Pemerintah sendiri dikabarkan telah merespons desakan tersebut. Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri ESDM disebut telah menyatakan sikap untuk menghentikan kegiatan tambang yang merugikan kawasan konservasi.

Namun, publik menanti realisasi nyata di lapangan: apakah konservasi benar-benar dijadikan prioritas, atau lagi-lagi kalah oleh kepentingan jangka pendek. (Gal/PK)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini