Ratusan Akta Koperasi Merah Putih Terancam Tak Berlaku, Dimyati: Kalau Tidak Diubah, Bisa Jadi Tindak Pidana Korupsi!

0

POJOKKATA.COM, MADIUN – Polemik seputar pembuatan Akta Koperasi Merah Putih kembali mencuat. Dimyati Dahlan, aktivis desa sekaligus inisiator lahirnya Undang-Undang Desa, angkat bicara soal maraknya temuan kesalahan dalam akta-akta Koperasi Merah Putih yang dibuat oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK).

Menurut Dimyati, banyak akta yang tidak sesuai dengan kesepakatan para pihak dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya, tercantumnya hibah senilai Rp500 juta dari pengurus sebagai modal awal. “Itu jelas tidak logis. Tidak mungkin pengurus menghibahkan dana sebesar itu tanpa dasar yang sah. Ini menyalahi ketentuan,” tegasnya, Jumat (21/6).

Selain itu, Dimyati juga menyoroti fakta bahwa beberapa pengurus dan pengawas Koperasi Merah Putih belum lolos BI checking atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Bagaimana mungkin orang yang punya catatan kredit buruk diangkat menjadi pengelola koperasi? Ini jelas menyalahi Permenkop Nomor 1 Tahun 2025,” kritiknya.

Ia mengacu pada UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan notaris harus menjamin kebenaran isi dan kesesuaian akta dengan kehendak para pihak. Ketika ditemukan isi akta yang tidak mencerminkan fakta atau disusun tanpa dasar kehendak yang sah, maka NPAK wajib melakukan perbaikan melalui akta perubahan.

Potensi Kerugian Negara

Dimyati juga menyinggung soal potensi kerugian negara yang timbul jika perbaikan akta ini tidak dilakukan. “Kalau harus buat ulang dan bayar lagi, berarti 300 akta x Rp2,5 juta sama dengan Rp750 juta. Kalau bayar dua kali, jadi Rp1,5 miliar. Siapa yang tanggung?” ujarnya. Menurutnya, bila kesalahan berasal dari notaris, maka masyarakat tak seharusnya dibebani biaya ulang.

Ia bahkan menyebut, bila hal ini dibiarkan dan tidak ada perbaikan, maka telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. “Dana pembuatan akta ditanggung oleh keuangan negara. Jika ada kesalahan, tidak diperbaiki, dan tetap dicairkan, maka sudah memenuhi unsur: merugikan negara, menguntungkan pihak lain, dan melawan hukum,” tegasnya.

Bisa Ganggu Akses Pendanaan

Lebih jauh, Dimyati mengingatkan bahwa akta yang bermasalah secara hukum tidak bisa digunakan untuk mengakses pendanaan dari Himbara (Himpunan Bank Milik Negara). “Kalau akta cacat hukum, bagaimana bisa dipakai mengajukan modal? Kecuali koperasi tidak butuh modal, ya silakan saja,” sindirnya.

Ia menyarankan agar momentum perbaikan akta digunakan sekaligus untuk menyelaraskan seluruh isi akta dengan kondisi riil desa. “Sekalian saja direvisi, mulai dari struktur pengurus, unit usaha, sampai KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia)-nya. Supaya implementasi bisa tepat sasaran dan tidak mengulang kegagalan program seperti PNPM, UESP, atau Bank Desa,” terang Dimyati.

Kepala Desa Gagal BI Checking? Ganti!

Menutup pernyataannya, Dimyati juga menjawab soal kemungkinan kepala desa tidak lolos SLIK.

“Kalau kepala desa tidak lolos, bisa diganti. Sekdes atau BPD bisa jadi alternatif, sesuai hasil musyawarah desa. Yang penting legalitas dan kelayakan terpenuhi,” tandasnya. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini