POJOKKATA.COM, Magetan – Upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-79 digelar khidmat di Alun-alun Magetan, Selasa pagi (1/7). Polres Magetan sebagai tuan rumah menyelenggarakan upacara sebagai puncak peringatan hari jadi Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, perayaan itu justru memicu perbincangan hangat di kalangan wartawan lokal.
Siangnya, di salah satu grup WhatsApp yang berisi para jurnalis media lokal di Magetan mendadak ramai. Sebabnya, beredar kabar bahwa Polres Magetan memberikan penghargaan kepada tiga media partner terbaik: dua media nasional dan satu akun media sosial.
“Byuh, media partner terbaik,” komentar salah satu jurnalis perempuan dalam grup tersebut, disambut tanggapan beragam dari rekan-rekannya. Nada heran, sinis, hingga kecewa mengalir deras.
Isu ini rupanya bukan baru kali ini mencuat. Para jurnalis lokal mengaku sudah lama merasa hubungan antara Polres Magetan dan media massa lokal cenderung renggang.
Bahkan, dalam beberapa momen, mereka merasa tidak dilibatkan.
“Pernah juga ada acara di Parang, Kapolres hanya menyampaikan terima kasih kepada media sosial,” keluh salah satu wartawan.
Lainnya menambahkan, pernah ada protes dari jurnalis televisi karena berita dari Polres lebih dulu diunggah ke media sosial daripada diberikan ke media massa.
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Magetan, Rendra Sunarjono, menyayangkan pendekatan komunikasi yang dinilai kurang membangun sinergi.
“Setiap pemimpin memang punya style. Tapi saat Kapolres sebelumnya, Pak Satria, baru beberapa hari menjabat langsung mengundang asosiasi media untuk gathering. Yang sekarang ini, terlalu mesra dengan medsos,” sindir Rendra.
Ia mengungkapkan, selama ini baru sekali ada agenda bersama antara Polres dan media massa, yaitu saat acara mancing bersama – dan itupun digabung dengan akun media sosial.
Nada serupa disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Media Magetan (APMM), Fariansyah. Menurutnya, keakraban institusi publik dengan media sosial jangan sampai membuat institusi lupa akan peran krusial media massa.
“Media massa itu punya sistem, struktur, dan tanggung jawab etik. Bukan sekadar ruang publikasi, tapi tempat kebenaran diuji. Ini yang tidak dimiliki media sosial,” tegas Fariansyah.
Dalam konteks pembangunan daerah, lanjutnya, sinergi antara institusi publik dan media adalah bagian dari pendekatan pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media.
“Kalau media diabaikan atau diremehkan, ekosistem pembangunan itu sendiri yang dikerdilkan,” tambahnya.
Meski ada kekecewaan, para jurnalis dan asosiasi media di Magetan tetap berharap momen Hari Bhayangkara ini menjadi titik balik untuk membangun kembali hubungan yang lebih terbuka dan konstruktif antara kepolisian dan media lokal.
“Selamat Hari Bhayangkara ke-79. Semoga semangat pengabdian semakin dirasakan, bukan hanya oleh masyarakat, tapi juga oleh mitra yang selama ini mendukung lewat pemberitaan,” pungkas Rendra. (Gal/PK)