Kades Sukosari Ditahan, Kuasa Hukum Nilai Jaksa Langgar Kesepakatan Nasional

0

POJOKKATA.COM, Madiun – Penahanan Kepala Desa Sukosari, Kusno, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun menuai kritik keras. Tim Pengacara Rakyat (TPR) menilai langkah tersebut sewenang-wenang dan melanggar nota kesepakatan bersama antara Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, dan Polri yang diteken pada 2023.

“Kami prihatin, Kejari Madiun semakin ngawur. Mereka mbalelo terhadap SKB yang ditandatangani Jaksa Agung, Mendagri, dan Kapolri,” tegas Sumadi, juru bicara TPR sekaligus penasihat hukum Jaelono, pekerja harian lepas yang juga dijadikan tersangka dalam kasus ini, Selasa (12/8/2025).

Kasus yang dimaksud adalah dugaan korupsi pembangunan kolam renang Desa Sukosari. Sumadi menilai Kejari Madiun tidak menjalankan prosedur sesuai Pasal 4 ayat (4) huruf C SKB Nomor 01 Tahun 2023. Aturan itu mewajibkan koordinasi terlebih dulu dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sebelum memproses perkara korupsi di lingkungan pemerintahan.

“Kerugian negara harus jelas dulu. Kalau nilainya di bawah biaya penanganan perkara, seharusnya ditempuh jalur administratif atau pengembalian kerugian melalui APIP. Ini kejari langsung proses sendiri tanpa koordinasi,” ujarnya.

Sumadi juga menuding Kejari Madiun menetapkan tersangka tanpa dasar kuat. Menurutnya, perhitungan kerugian negara adalah kewenangan BPK, bukan hasil asumsi kejaksaan.

“Kolam renang sudah dibangun dan beroperasi. Anehnya, kejari menyebut ada kerugian Rp600 juta. Hitungannya dari mana?” sindirnya.

Ia menambahkan, Mahkamah Konstitusi pernah menegaskan bahwa penetapan kerugian negara sebelum perhitungan final BPK keluar adalah tindakan prematur.

“Penerapan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dalam kasus ini sangat miris. Kejaksaan menetapkan tersangka hanya berdasarkan perkiraan kerugian yang sifatnya potensial,” tegas Sumadi.

Selain melanggar SKB, ia menilai Kejari Madiun mengabaikan Pasal 5 nota kesepakatan yang melarang penanganan perkara jika biaya penanganannya lebih besar dari kerugian negara.

“Belum jelas nominal kerugian negara yang final. Kalau ternyata biaya penanganan lebih besar, ini jelas keliru,” katanya.

TPR menilai langkah kejaksaan ini sebagai bentuk kriminalisasi dan preseden buruk bagi penegakan hukum.

“Meski Kusno bukan klien kami, kami merasa bertanggung jawab secara moral dalam menegakkan hukum dan keadilan,” tutup Sumadi. (Gal/PK)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini