Sejarah Reog Ponorogo Menurut Versi Akademisi

0

POJOKKATA.COM, Ponorogo – Sejarah Reog Ponorogo selama ini dikenal memiliki lebih dari satu versi. Namun, penelusuran sejarah kesenian tradisional tersebut idealnya tetap ditempatkan dalam kerangka historiografi, meski dihadapkan pada keterbatasan sumber tertulis.

Hal itu disampaikan Alip Sugianto, dosen Program Studi Pascasarjana Pedagogi Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Rabu (17/12/2025).

Menurutnya, penulisan sejarah semestinya ditopang bukti dan data. Namun, ia memahami jika sebagian besar narasi sejarah Reog Ponorogo masih bersumber dari legenda, mengingat budaya tulis pada masa lalu belum berkembang kuat.

“Dari berbagai versi yang berkembang, versi Wengker bisa dibilang paling mendekati pendekatan sejarah,” ujar Alip.

Versi Wengker merujuk pada kisah Ki Ageng Kutu yang memanfaatkan Reog sebagai media satir dan kritik terhadap pemerintahan Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit sekitar 1468–1478 Masehi. Dalam pandangan Alip, kritik tersebut disampaikan melalui simbol-simbol seni pertunjukan karena budaya Jawa cenderung menghindari konfrontasi langsung.

“Ki Ageng Kutu menggunakan Reog sebagai alat menyindir penguasa. Kritik disampaikan secara simbolik karena adanya budaya ewuh pakewuh,” jelasnya.

Berbeda dengan versi Wengker, versi Bantarangin dinilai lebih istana-sentris. Narasinya banyak menampilkan tokoh kerajaan seperti raja dan patih. Bahkan, dalam perkembangannya sempat muncul klaim kebenaran antara versi Etan Kali atau Wengker (timur Sungai Sekayu) dengan versi Kulon Kali atau Bantarangin (barat Sungai Sekayu).

“Versi Bantarangin memang kontras. Kalau Wengker cenderung masyarakat-sentris, Bantarangin lebih istana-sentris karena tokoh-tokoh kerajaan lebih dominan,” terang Alip.

Perbedaan versi sejarah tersebut, lanjutnya, turut memengaruhi bentuk penyajian Reog Ponorogo. Dari sana lahir dua bentuk pementasan utama, yakni reog obyog dan reog pertunjukan.

Reog obyog hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Bentuk ini dianggap paling dekat dengan versi Wengker. Biasanya dipentaskan di desa-desa dalam hajatan, bersih desa, atau acara rakyat lainnya.

“Reog obyog itu lebih populis. Tidak ada sekat antara pemain dan penonton. Dipentaskan di lapangan, perempatan, atau halaman rumah,” ujar mantan pembina grup Reog Simo Budi Utomo Universitas Muhammadiyah Ponorogo tersebut.

Dalam pementasannya, masyarakat bebas berinteraksi, ikut menari, bahkan bergabung dalam arak-arakan keliling kampung yang berhenti di titik-titik tertentu untuk beratraksi.

Sementara itu, reog pertunjukan merepresentasikan versi Bantarangin yang berkembang seiring kebutuhan pentas resmi. Bentuk ini kerap ditampilkan dalam event berskala nasional hingga internasional.

“Reog pertunjukan sudah bersifat display. Penyajiannya terprogram dengan koreografi, tata cahaya, aransemen musik, dan artistik panggung yang kuat. Nuansa kerajaan lebih menonjol, tetapi ada jarak antara pemain dan penonton,” jelasnya.

Alip menegaskan, perbedaan reog obyog dan reog pertunjukan tidak bisa semata-mata dipandang sebagai bentuk lama dan baru. Keduanya merupakan ekspresi budaya dengan fungsi dan konteks yang berbeda.

“Reog obyog berfungsi sebagai ruang interaksi sosial dan ritual, sementara reog pertunjukan menjadi representasi identitas budaya di ruang publik dan panggung festival,” imbuhnya.

Ia juga menyebut adanya peran pemerintah daerah dalam menyikapi potensi gesekan akibat perbedaan klaim sejarah. Dua versi Reog Ponorogo tersebut dibukukan dan dijadikan rujukan bersama sebagai bentuk kebijakan kultural.

“Kedua versi dipadukan agar tidak ada klaim sepihak bahwa satu versi paling benar,” tegasnya.

Alip menilai keberagaman versi dan bentuk Reog Ponorogo justru menjadi kekuatan budaya daerah. Baik reog obyog maupun reog pertunjukan merupakan aset budaya tak benda yang harus dijaga dan dikembangkan secara beriringan.

“Sejarah Reog tidak berdiri pada satu narasi tunggal. Ia tumbuh dari berbagai konteks sosial dan kebutuhan zamannya. Yang penting, karakter Ponoragan tetap terjaga di tengah modernisasi,” pungkasnya. (Gal/PK/Kominfo)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini