Diskusi Publik di Magetan Soroti Kesehatan Mata

0

POJOKKATA.COM, MAGETAN – Kesehatan mata jadi sorotan dalam diskusi publik bertajuk “Mendorong Adanya Kebijakan Layanan Kesehatan Mata yang Komprehensif dan Inklusif dalam Mendukung SDGs” yang digelar Selasa (22/7) di Ruang Ki Mageti, Gedung Pemkab Magetan.

Kegiatan yang diinisiasi Yayasan Para Mitra Indonesia ini menjadi wadah urun rembug lintas sektor demi mendorong lahirnya kebijakan pelayanan kesehatan mata yang lebih adil dan berkelanjutan.

Diskusi ini dihadiri perwakilan dari Dinas Kesehatan Magetan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, PMD, Kominfo, komunitas, jurnalis, tokoh masyarakat, hingga CSR dan organisasi masyarakat sipil.

Forum ini juga disiarkan secara daring melalui kanal YouTube milik Dinas Kominfo Magetan.

Direktur Yayasan Para Mitra Indonesia, Asiah Sugiyanti, menegaskan bahwa isu kesehatan mata kerap tersisih dari kebijakan publik. Padahal, gangguan penglihatan berdampak besar, terutama bagi kelompok rentan seperti siswa sekolah, penyandang disabilitas, lansia, hingga ibu hamil.

“Kesehatan mata masih belum menjadi arus utama. Contohnya, banyak siswa yang terganggu penglihatannya karena penggunaan gawai berlebih, tapi ini justru sering disalahartikan sebagai promosi kacamata,” ujar Asiah.

Menurutnya, pelayanan kesehatan mata yang menyeluruh harus jadi bagian dari upaya pemenuhan Sustainable Development Goals (SDGs). Terlebih, UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 secara tegas mendorong layanan kesehatan penglihatan sebagai bagian dari cakupan kesehatan semesta.

“Kami ingin membangun ekosistem inklusif. Pelayanan ini bukan hanya soal kuratif seperti operasi, tapi juga promotif dan preventif. Kalau dikelola baik, bisa jadi investasi kesehatan jangka panjang,” jelas Asiah.

Asiah juga menyoroti peran strategis media dalam menyuarakan isu ini. Ia mengatakan, Yayasan Para Mitra aktif menjalin kemitraan dengan jurnalis untuk memperkuat kampanye kesehatan mata di tengah masyarakat.

Pj Sekda Magetan Muktar Wahid, yang membuka acara, mengungkapkan bahwa saat ini di Kabupaten Magetan terdapat 2.995 kasus (katarak) gangguan penglihatan, namun baru sekitar 16,2 persen atau 405 kasus yang tertangani. Selanjutnya ada Kelainan Refraksi 1.224, Glaukoma 602, Retinopati diabetik 37, Low Vision 350.

Ia berharap kehadiran Para Mitra bisa membantu menjangkau masyarakat yang belum mendapat layanan.

“Masih banyak warga yang belum tertangani. Maka dari itu, kegiatan ini penting untuk merumuskan solusi yang konkret. Harapannya, pemerintah aktif, masyarakat juga aktif,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi pendekatan partisipatif yang digunakan dalam diskusi ini, termasuk keterlibatan organisasi disabilitas, komunitas akar rumput, dan pemangku kepentingan lintas sektor.

Program I-SEE yang dijalankan Yayasan Para Mitra Indonesia memang belum merata diterapkan di seluruh kabupaten/kota. Namun, kegiatan seperti ini diharapkan mampu mempercepat munculnya kebijakan daerah yang berpihak pada layanan mata inklusif, mulai dari sekolah hingga puskesmas.

Jawa Timur sendiri tercatat sebagai provinsi dengan jumlah kasus gangguan penglihatan tertinggi di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah katarak, yang sebenarnya dapat diatasi dengan operasi dan berpotensi sembuh total.

Mimpi mewujudkan layanan mata inklusif memang belum jadi isu utama seperti stunting. Namun, para peserta diskusi sepakat bahwa persoalan penglihatan juga mendesak untuk segera ditangani demi masa depan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.

“Setiap individu berhak mendapat pelayanan kesehatan yang layak, termasuk untuk penglihatan. Mari kita ciptakan lingkungan yang aman, positif, dan tidak menjatuhkan,” pungkas Asiah. (Gal/PK)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini