Pati dan Relevansi Pemikiran Tan Malaka

0

Oleh : Widia astuti, Founder Rumah Belajar KITA/Sebagai aktivis perempuan Rumah Belajar KITA.

Saat ini publik mungkin banyak mengalihkan perhatiannya ke Kabupaten Pati, yang sebagian besar masyarakatnya saat ini berjuang untuk mewujudkan apa yang mereka yakini benar…. Kemerdekaan yg sejati, keadilan sosial dan kedaulatan diri sebagai rakyat Pati.

Bagi saya pribadi, peristiwa ini membuka pikiran karena ternyata apa yang ditulis, dirasakan dan diperjuangkan Tan Malaka kala itu tidak hanya terjadi pada masa itu, ternyata pemikiran Tan Malaka akan politik masih sangat relevan saat ini.

Pemikiran Tan Malaka mengenai kemerdekaan sejati bagi rakyat dianggap kurang sepaham dengan sistem demokrasi Indonesia saat ini. Bahwa kemerdekaan sejati bagi rakyat harus disertai dengan keadilan sosial dan ekonomi untuk seluruh rakyat, dengan sistem ekonomi yg adil dan merata, inilah yang kemudian diartikan sebagai sistem sosialis oleh politik Indonesia.

Konsep negara yang dipikirkan oleh Tan Malaka pun menjadi momok tersendiri bagi pemahaman berpolitik. Tan Malaka mengusulkan konsep negara transisi dari kapitalisme ke sosialisme, dengan negara yang memiliki kedaulatan penuh atas sumber daya alam dan alat produksi. Bukan tanpa alasan beliau menulis dan berfikir seperti itu karena apa yang ditulis itu lahir dari kenyataan saat Tan Malaka melihat langsung penderitaan rakyat di jamannya.

Relevansi pemikiran Tan Malaka ini masih relevan hingga kini dalam konteks perjuangan bangsa Indonesia dalam mencari kemerdekaan yg sejati, keadilan sosial dan kedaulatan negara.

Pengalaman hidupnya yang berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, serta pengalamannya dalam organisasi pergerakan, membentuk pemikirannya. Pemikiran Tan Malaka lahir dari realitas penjajahan dan penderitaan rakyat Indonesia, yang mendorongnya untuk mencari solusi pembebasan. 

Saat ini memang rakyat tidak lagi dijajah oleh penjajah dalam arti sebenarnya tapi rakyat masih dijajah oleh kebijakan yang tidak berpihak, dijajah oleh dialektika dialektika politik yg tidak merakyat dan dijajah oleh bangsanya sendiri.

Suka tidak suka ini harus diakui. Pro kontra dalam berpolitik adalah hal yang wajar dan lumrah tetapi apabila akibat dari pro kontra itu rakyat yang harus menjadi korban itu bukan lagi kewajaran yang harus dimaklumi.

Politik Indonesia berlangsung dalam kerangka republik demokrasi perwakilan presidensial di mana Presiden Indonesia bertindak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dan menganut sistem multipartai.

Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh pemerintah. Satu yg harus digarisbawahi : menganut sistem multipartai, hal ini bisa sebagai kekuatan bagi rakyat tetapi juga bisa menjadi kelemahan bagi rakyat. Akan bisa menjadi kekuatan bagi rakyat saat masyarakat teredukasi dengan baik mengenai politik, pemikiran dan relevansinya yang tentu saja harus dari semua sisi pemikiran dan akan menjadi kelemahan saat masyarakat hanya “nerimo” “pasrah bongkokan” kepada wakil wakilnya.

Sudah seharusnya materialisme yang dipraktekkan dalam sistem politik di Indonesia disertai dengan dialektika dan logika politik yang searah dengan kepentingan masyarakat Indonesia.

Dari Pati kita belajar seberapa kuat rakyat menggugat dan seberapa perduli wakil wakil rakyatnya akan suara gugatan itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini