POJOKKATA.COM, Magetan – Nama Nurisha Kitana kian dikenal luas sebagai wajah muda Magetan yang membawa semangat perubahan. Mahasiswi Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia itu dinobatkan sebagai Pemuda Pelopor Terbaik Bidang Sosial Kemasyarakatan Kabupaten Magetan Tahun 2025, sebuah penghargaan bergengsi dari Pemkab Magetan melalui Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dikpora).
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Bupati Magetan Nanik Sumantri saat upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97, di halaman Sekretariat Daerah Kabupaten Magetan, Selasa (28/10/2025).

Bagi gadis (21) asal Kraton, Maospati ini, penghargaan itu bukan sekadar simbol prestasi. Ia menyebutnya sebagai refleksi dari perjalanan panjang advokasinya di bidang kesehatan mental. Sejak 2021, Risha—sapaan akrabnya—mendirikan Gandeng ODGJ, komunitas sosial yang fokus pada pemberdayaan penyintas gangguan jiwa dan kampanye kesadaran mental health.
“Banyak orang memandang sebelah mata penyintas gangguan jiwa, padahal mereka hanya butuh kesempatan dan ruang untuk tumbuh kembali. Melalui Gandeng ODGJ, saya ingin membuktikan bahwa mereka bisa berdaya kalau kita mau mendengar dan percaya,” ujar Risha.
Komunitas yang dirintisnya kini telah aktif di berbagai daerah, mulai Jabodetabek, Malang, Surabaya, Solo, Yogyakarta, hingga Madiun dan Kediri Raya.
Programnya pun beragam: pelatihan keterampilan bagi penyintas, kampanye publik, edukasi kesehatan mental, hingga pendampingan komunitas.
Menariknya, seluruh kegiatan dilakukan dengan semangat kolaborasi. Sebagian besar dibiayai lewat donasi publik, dukungan relawan, bahkan pernah menerima hibah dosen FISIP UI.
Risha mengaku sudah mulai dipersiapkan oleh Dikpora Magetan sejak 2024 untuk mengikuti seleksi Pemuda Pelopor. Ia memperkuat dokumentasi kegiatan, memperluas jaringan, dan menata portofolio.
“Seleksinya ketat. Di tingkat provinsi, ekspektasinya lebih tinggi karena mereka menginginkan yayasan resmi. Itu jadi PR besar buat saya untuk memperkuat legalitas Gandeng ODGJ,” ungkapnya.
Dalam unggahan pribadinya di media sosial, Risha menulis refleksi sederhana namun dalam:
“For me, being a Pemuda Pelopor means more than a title. It’s a reminder to stay grounded, to keep walking, keep listening, and keep showing up for others.”
“Bagi saya, menjadi Pemuda Pionir lebih dari sekadar gelar. Ini adalah pengingat untuk tetap membumi, terus melangkah, terus mendengarkan, dan terus hadir bagi orang lain,” terjemahan bahasa Indonesianya.
Selepas menerima penghargaan, Risha tak berhenti di situ. Ia kini tengah terlibat dalam proyek penulisan antologi buku “Para Penyala Cahaya dari Lereng Gunung Lawu”, inisiatif Gerakan Magetan Menginspirasi bersama Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Magetan dalam rangka Hari Jadi ke-350 Kabupaten Magetan.
Buku ini melibatkan 40 penulis lintas generasi, termasuk Bupati Nanik Endang Rusminiarti dan mantan Bupati Magetan Suprawoto, yang akan mendokumentasikan kisah inspiratif warga Magetan dari berbagai latar belakang.
Tak hanya itu, Risha juga tengah menyiapkan artikel jurnal pengabdian masyarakat yang merekam praktik pemberdayaan lewat Gandeng ODGJ, serta berencana audiensi dengan Bupati Magetan untuk memperluas dukungan terhadap penyintas gangguan jiwa.
“Perjuangan ini belum selesai. Sekarang waktunya memperkuat fondasi gerakan ini agar berkelanjutan secara hukum dan kebijakan. Isu kesehatan mental nggak boleh berhenti di wacana, tapi harus masuk ke ranah publik,” tegasnya.
Dari lereng Gunung Lawu, suara Nurisha Kitana menjadi pengingat: bahwa kepedulian bisa tumbuh dari mana saja, bahkan dari seorang anak muda yang memilih untuk mendengar, memahami, dan bertindak. (PK)



