POJOKKATA.COM, Ponorogo – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo menggelar Ritual Kirab Pusaka dan Pawai Lintas Sejarah sebagai bagian dari perayaan Grebeg Suro 2024.
Pada Sabtu (6/7/2024) sore, pusaka-pusaka milik Kabupaten Ponorogo kembali diarak setelah sebelumnya diarak pada dini hari di hari yang sama.
Kegiatan ini dimulai dari Kota Lama (Pasar Pon) Makam Bathoro Katong dan berakhir di Kota Baru Alun-alun Ponorogo.
Kirab pusaka tahun ini terasa istimewa dengan diaraknya lima pusaka, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya mengarak tiga pusaka.
Tiga pusaka yang selalu diarak adalah Payung Song-song Kiai Tunggul Wulung, Tombak Kiai Tunggul Nogo, dan Sabuk Angking Cinde Puspito.
Tahun ini, dua pusaka tambahan yaitu Kiai Pamong Angon Geni dan Tombak Kiai Bromo Geni turut diarak.
Prosesi kirab dan jamasan pusaka ini dimulai dari Makam Batoro Katong di Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan, Ponorogo, dan dibawa oleh para demang (kepala desa) di Kecamatan Jenangan.
Acara ini merupakan visualisasi perpindahan dari kota lama menuju kota baru Kabupaten Ponorogo.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dan Wakil Bupati Ponorogo Lisdyarita, serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forpimda) turut serta dalam kirab ini dengan menaiki kuda.
Sepanjang jalan, warga memadati rute kirab sejauh 7 kilometer untuk menyaksikan pusaka-pusaka diarak.
Sesampainya di Alun-alun Ponorogo, pusaka-pusaka tersebut dijamas. Menurut budayawan Ponorogo Sunarso, kirab pusaka adalah bukti penghormatan kepada leluhur yang telah memperjuangkan pendirian Ponorogo.
“Kirab pusaka merupakan wujud melestarikan budaya Ponorogo,” ungkap Sunarso.
Kirab bedol pusaka, yang merupakan pra acara kirab pusaka, menambah nilai sakral dalam kegiatan Grebeg Suro.
“Total ada tiga pusaka ditambah dua pusaka baru untuk 2024 ini,” terangnya. Prosesi ini menggambarkan perpindahan Kabupaten Ponorogo di era Eyang Mertohadinegoro tahun 1937, dari Kadipaten Kota Lama ke Kota Tengah.
Acara diakhiri dengan jamasan pusaka, sebuah tradisi untuk menghargai dan merawat peninggalan leluhur yang dilakukan setahun sekali. Pusaka disimpan di rumah dinas bupati di tempat khusus. Bupati Sugiri Sancoko melakukan jamasan pusaka sakral milik Kabupaten Ponorogo, termasuk Tombak Kiai Tunggul Naga, Angkin Cinde Puspita, dan Tombak Songsong Kiai Tunggul Wulung.
“Pusaka milik Ponorogo ini diarak kemudian dijamas di depan paseban alun-alun menggunakan air tujuh sumur,” ujar Bupati Kang Giri, sapaan akrabnya.
Menurutnya, pusaka tersebut memiliki makna dan tuntunan dalam memimpin Kabupaten Ponorogo, yakni memayungi dan menenangkan masyarakat, serta menjadi teladan dalam menghindari hawa nafsu dan memperjuangkan rakyat.
Prosesi buceng porak dan air tujuh sumur (jamasan) juga diperebutkan oleh masyarakat yang menyaksikan, karena mereka percaya tradisi ini membawa keberkahan dan tolak bala.