POJOKKATA.COM, Semarang – Isu ketahanan pangan kembali menjadi sorotan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan yang sedang digodok oleh DPR. Salah satu anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pangan, Riyono Caping, menegaskan bahwa urgensi penguatan sistem pangan nasional bukan hanya soal produksi, tapi juga soal distribusi dan pengelolaan pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.
“Pangan menjadi kunci lahirnya generasi emas 2045. Jangan lagi ada defisit pangan bergizi di pelosok desa dan pegunungan hanya karena tidak bisa memproduksi atau harganya terlalu mahal,” ujar Riyono, politisi Fraksi PKS dari Dapil 7 Jawa Timur.
Menurutnya, selama ini banyak potensi pangan yang hilang begitu saja. Food loss di berbagai pusat perbelanjaan, rumah makan, hingga rumah tangga belum dikelola secara sistematis. Padahal, pakar-pakar pangan telah merekomendasikan agar sisa pangan bisa diolah kembali, misalnya menjadi campuran pakan ikan, ayam, atau ternak lain.
Lebih lanjut, Riyono menilai bahwa Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 sudah tak lagi relevan dengan tantangan zaman.
“Kondisi pangan saat ini sudah berubah drastis. Pangan menjadi rebutan global. Kita harus berani melakukan terobosan,” tegasnya.
Salah satu gagasan yang didorong dalam RUU Pangan yang baru adalah pembentukan Bank Pangan berbasis keluarga. Konsep ini menurut Riyono merupakan adaptasi modern dari lumbung pangan masa lalu yang berfungsi sebagai buffer stok pangan seperti beras, ketela, dan jagung.
“Bank pangan keluarga adalah wujud kepedulian sosial yang lahir dari kesadaran rumah tangga. Pangan berlebih bisa disalurkan untuk tetangga dan lingkungan. Ini bisa menjadi benteng pertahanan pangan di level paling bawah,” terangnya.
Riyono juga menyebut bahwa sejumlah negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Italia telah memiliki regulasi khusus untuk mengatur pengelolaan pangan hilang.
Ia mendorong agar Indonesia segera mengadopsi semangat serupa, dengan pendekatan berbasis komunitas dan keluarga.
“Bayangkan jika setiap keluarga jadi Bank Pangan. Pangan berlebih tidak akan terbuang sia-sia, dan warga sekitar bisa saling bantu. Ini solusi nyata menghadapi ancaman krisis pangan,” tandasnya.
Pembahasan RUU Pangan ini diharapkan bisa membawa perubahan konkret dalam sistem pangan nasional, tak hanya dari sisi produksi, tapi juga distribusi, keberlanjutan, dan ketahanan sosial. (Gal/PK)