POJOKKATA.COM, Jakarta – Kabar buruk datang dari sektor perikanan Indonesia. Mulai 1 Agustus 2025, Amerika Serikat akan memberlakukan tambahan tarif ekspor sebesar 32 persen untuk produk perikanan asal Indonesia. Kebijakan ini langsung menuai sorotan dari Komisi IV DPR RI. Anggota Fraksi PKS, Riyono Caping, menyebut langkah tersebut sebagai pukulan telak bagi dunia usaha kelautan dan perikanan tanah air.
“Tarif ekspor 32 persen itu seperti menembak jantung sektor budidaya, terutama udang. Bisa bikin petambak dan nelayan bangkrut total,” tegas Riyono dalam keterangannya, Selasa (16/7).
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor terbesar kelima bagi produk perikanan Indonesia. Tahun 2024, nilai ekspor ke Negeri Paman Sam itu mencapai USD 1,92 miliar, dengan komoditas unggulan berupa krustasea dan moluska olahan, serta krustasea beku.
Menurut Riyono, kegagalan negosiasi tarif ini harus menjadi evaluasi serius dalam diplomasi perdagangan internasional Indonesia. Ia mempertanyakan mengapa hubungan perdagangan yang selama ini harmonis justru berubah arah.
“Kenapa sekarang AS tidak ramah lagi terhadap produk perikanan kita? Ini jadi PR besar bagi diplomasi kita,” kritiknya.
Dampak dari kebijakan ini bahkan sudah terasa langsung di lapangan. Harga udang di tingkat petambak mulai tertekan. Untuk udang size 100 kini hanya dihargai Rp45.000/kg, size 80 Rp49.000, dan size 30 yang biasanya bisa tembus Rp83.000, kini turun menjadi Rp78.000/kg.
“Turun sekitar Rp3.000-an per kilogram. Ini angka yang sangat berarti bagi petambak kecil. Kalau terus begini tiga bulan ke depan, bisa gulung tikar,” ungkap Riyono yang juga dikenal sebagai pembina lebih dari 100 petambak udang vaname di wilayah Pantura.
Ia mendesak pemerintah segera bertindak melindungi sektor perikanan rakyat. Mulai dari insentif, dukungan sarana dan prasarana, hingga membuka pasar ekspor baru di luar AS seperti Eropa dan Tiongkok.
“Pasar AS makin sulit ditembus. Perlu diplomasi kepala negara untuk membuka pasar baru dan menyelamatkan pelaku usaha kecil di sektor perikanan,” pungkasnya.
Kebijakan tarif ini menjadi peringatan keras bagi Indonesia agar tak hanya bergantung pada satu pasar ekspor, serta memperkuat daya saing produk perikanan nasional di tengah tensi dagang global yang kian ketat. (Gal/PK)