Tradisi Galungan Wonomulyo, Penghormatan Warisan Leluhur Ki Hajar Wonokoso

0

POJOKKATA.COM, Magetan – Suasana Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kabupaten Magetan berubah khidmat pada malam Selasa Wage, tepatnya Senin (17/11/2025) . Ratusan warga lintas generasi tumplek blek di sepanjang jalan dusun, mengikuti Kirab Haul Ki Hajar Wonokoso sekaligus Tradisi Galungan Wonomulyo 2025.

Tradisi tahunan ini digelar sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur pendiri dusun yang dahulu dikenal dengan nama Djeblok.

Arak-arakan warga menjadi pembuka rangkaian acara. Di bawah temaram malam, masyarakat membawa arak-arakan, ubo rampe, dan hasil bumi menuju makam Ki Hajar Wonokoso. Sejumlah warga tampak memakai pakaian adat. Alunan musik tenkling yang lirih memecah sunyi, mengiringi langkah warga menuju makam sesepuh yang dihormati tersebut.

Setelah prosesi kirab, kemeriahan berlanjut dengan penyajian delapan tumpeng. Hidangan itu menjadi simbol rasa syukur sekaligus wadah untuk mempererat kebersamaan. Tradisi makan bersama ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu warga setiap tahun.

Salah satu agenda paling menarik perhatian adalah pementasan drama Babat Dusun Wonomulyo, dimainkan oleh warga dan pemuda setempat. Pentas teater tersebut mengisahkan perjuangan Ki Hajar Wonokoso saat pertama kali membuka alas dan menetap di wilayah yang kini menjadi Dusun Wonomulyo.

Penonton diajak menelusuri kembali nilai-nilai luhur yang diwariskan sang leluhur.

Ketua Panitia Galungan 2025, Hermawan Triyanto, menyebut tradisi ini sebagai wujud syukur masyarakat Wonomulyo kepada Gusti Moho Agung serta penghormatan kepada Ki Hajar Wonokoso.

“Galungan ini bentuk puji syukur warga kepada Tuhan, sekaligus mengenang cikal bakal dusun Wonomulyo. Termasuk ada teater babat dusun yang dimainkan warga dan pemuda,” ujarnya.

Tradisi juga semakin lengkap dengan hadirnya berbagai ubo rampe berupa makanan tradisional.

Kepala Desa Genilangit, Pardi, menjelaskan beragam sajian yang dibawa warga ke dalam kirab. Di antaranya tumpeng nasi jagung, sate tempe, sayur ares, botok pelas, serta ubo rampe dari pisang dan gula merah. Semua itu memiliki makna simbolik sekaligus sebagai bentuk pelestarian kuliner leluhur.

“Semua makanan itu adalah santapan tradisional jaman dulu. Melalui ubo rampe ini, kita lestarikan kembali sebagai simbol kebutuhan warga kami, dan sebagai momen berbagi antarsesama. Ini menjadi simbol guyub dan rukun,” terang Pardi.

Tradisi Galungan Wonomulyo bukan sekadar peringatan haul. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi ruang silaturahmi, napak tilas sejarah, serta sarana merawat identitas budaya desa. Masyarakat berharap, melalui tradisi yang terus dijaga ini, warisan kearifan lokal Dusun Wonomulyo tetap hidup dan memberi inspirasi bagi generasi-generasi mendatang. (Gal/PK)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini