POJOKKATA.COM, Ponorogo – Setelah menanti selama 10 tahun, Ponorogo akhirnya berhasil meraih predikat Kabupaten Layak Anak (KLA) pada tahun 2021. Perjalanan ini tidaklah mudah, dengan gugus tugas yang khusus dibentuk untuk memastikan status KLA Madya tetap terjaga. Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (P3A) Ponorogo secara intensif membina anggota gugus tugas, memiliki tujuan mempertahankan kasta KLA Madya dan bahkan meningkatkannya menjadi Nindya atau Utama.
Sekretaris Dinas Sosial, P3A Ponorogo, Eko Bagus Priambodo, menekankan pentingnya keterlibatan negara, masyarakat, keluarga, orang tua, atau wali dalam menjaga perlindungan anak.
“Negara bersama masyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,” ujarnya pada Selasa (6/2/2024).
Pemerintah diakui sebagai pemrakarsa dalam membentuk keluarga ramah anak, desa atau kelurahan layak anak (Dekala), kecamatan layak anak (kelana), kabupaten/kota layak anak (KLA), dan provinsi layak anak (Provila). Eko Bagus menegaskan target nasional, yakni melindungi 87 juta anak di Indonesia pada tahun 2030.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, sebanyak 100 anggota gugus tugas KLA di Ponorogo dilatih mengenai Konvensi Hak-hak Anak (KHA) melalui bimbingan teknis pada 30-31 Januari 2024. KHA, atau lebih dikenal sebagai United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC), menjadi dasar perjanjian hak asasi manusia yang menjamin hak anak pada berbagai aspek kehidupan.
“PBB mengesahkan UNCRC pada tahun 1989, dan Indonesia meratifikasi pada tahun 1990, mengadaptasinya ke dalam UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian direvisi menjadi UU 35/2014,” rinci Eko Bagus.
Meski berhasil meraih predikat KLA, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak. Sebuah kabupaten yang layak anak seharusnya mampu merencanakan, menetapkan, dan melaksanakan seluruh program pembangunan dengan orientasi hak dan kewajiban anak. Hal ini dilakukan agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Mengacu pada KHA, terdapat empat kesepakatan yang wajib dipenuhi, antara lain non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, serta menghormati pandangan anak.
Eko Bagus menutup pembicaraannya dengan harapan bahwa setiap anak dapat tumbuh sehat, mendapatkan pendidikan, dilindungi, memiliki hak untuk menyatakan pendapat, dan diperlakukan dengan adil.