Bupati Magetan Perempuan, Mungkinkah?

0

Oleh : Muries Subiyantoro, Alumni Ilmu Politik FISIP Unair Surabaya, Pegiat Demokrasi, dan Penggagas LoGoPoRI (Local Government and Political Research Institute) Magetan.

Manusia esensinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, peran antara laki-laki dan perempuan pasti berbeda, sebagai contoh sederhana perempuan bisa hamil dan menyusui, tetapi laki-laki tidak. Namun, ketika bicara manusia sebagai makhluk sosial, maka peran antara laki-laki dan perempuan esensinya adalah sama.

Tak terkecuali ketika kita menempatkan peran laki-laki dan perempuan dalam ranah sosial-politik. Ketika keran emansipasi wanita yang dipelopori oleh Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini dibuka, dengan lahirnya maha karya Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, menunjukkan RA. Kartini berupaya berjuang untuk menegakkan emansipasi wanita, agar wanita tidak terus di bawah bayang-bayang laki-laki dalam konteks pendidikan, pergerakan, sosial dan kemanusiaan. Dan jauh setelah RA. Kartini tiada, muncullah gerakan kesetaraan gender yang meluas dimana-mana. Sehingga peran perempuan saat ini jauh lebih terhormat dibanding pada era-era sebelumnya.

Fenomena peran politik perempuan khususnya di Indonesia kian hari kian menggema dan bergaung. Salah satu contoh nyata ketika Megawati Soekarno Putri menjadi perempuan pertama yang bisa menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia. Dan sejak era reformasi bergulir, peran politik perempuan di Indonesia semakin meluas dengan mulai terpilihnya Gubernur, Walikota, dan Bupati perempuan.

Sejarah Pilkada Magetan pernah mencatat pada Pilkada Tahun 2013-2018, dari tiga Paslon Bupati terdapat satu Calon Bupati perempuan, Nanik Karsini. Namun perolehan suara Nanik Karsini pada waktu itu masih kalah dengan Sumantri, hingga Sumantri menjadi Bupati Magetan untuk kedua kalinya. Saat ini menjelang perhelatan Pilkada Serentak November 2024, dari sekian orang pendaftar bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati terdapat dua sosok perempuan yang ikut meramaikan bursa Pilkada, yaitu Nanik Endang Rusminiarti (Bu Mantri) dan Ida Yuhana Ulfa (Mbak Ida).

Fenomena ini menarik untuk dicermati, selain agar tidak ada dominasi penuh dari laki-laki sebagai calon kontestan Pilkada, tetapi juga karena dua sosok perempuan di atas memiliki keunggulan masing-masing yang bisa menjadi daya tawar menarik bagi publik untuk memilihnya.

Nanik Endang Rusminiarti memiliki keunggulan kekuatan basis sosial yang kuat di masyarakat. Ketokohan Nanik Endang Rusminiarti suka tidak suka terkerek dan melejit karena faktor Sumantri sebagai suaminya yang mantan Bupati Magetan dua periode. Selain itu, figur Nanik Endang Rusminiarti yang “lembah manah”. sopan dan santun, menjadikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk bersimpati. Nanik Endang Rusminiarti yang memiliki karier panjang di dunia pendidikan sebagai seorang guru SD, setidaknya akan mampu memiliki pengaruh yang kuat dalam komunitasnya di dunia pendidikan.

Ida Yuhana Ulfa sosok perempuan muda yang sejak mahasiswa sudah menjadi aktivis kampus. PNS guru yang disunting Gus Wachid mantan Ketua PKB Magetan dan Wakil Ketua DPRD Magetan. Saat ini aktif di organisasi Muslimat NU yang notabene memiliki basis keanggotaan kuat dan mengakar, khususnya bagi kaum perempuan Nahdliyin. Ida Yuhana Ulfa juga memiliki Yayasan Pondok Pesantren Roudlotul Huda yang bergerak di bidang pendidikan, salah satunya dengan mendirikan SMK Roudlotul Huda Magetan.

Fenomena menarik diantara keduanya adalah ketika mereka berdua sama-sama mendaftar di PKB Magetan yang notabene adalah partai pemenang Pileg 2024. Dan perkembangan terakhir rekomendasi dari DPP PKB jatuh kepada figur bakal calon bupati Nanik Endang Rusminiarti. Namun demikian, tidak menyurutkan langkah Ida Yuhana Ulfa untuk terus berjuang ikut kontestasi, terbukti dengan mendaftar di beberapa partai lain. Demikian juga dengan Nanik Endang Rusminiarti sudah mendaftar di hampir semua partai yang ada.

Dengan konstelasi politik terkini di Magetan, maka muncul pertanyaan dari publik. Bupati Magetan Perempuan, mungkinkah? Jawabnya adalah dalam dunia politik tidak ada yang tidak mungkin. Politik penuh dengan dinamika, perubahan dan pergerakan politik di level elite maupun grass-root bisa berubah sewaktu-waktu, menit demi menit, bahkan detik demi detik. Di dalam politik yang dibutuhkan adalah sebuah kepastian, jika kepastian itu belum ada maka semua masih dalam tataran wacana.

Hakekatnya dalam sebuah kontestasi Pilkada setidaknya terdapat 3 (tiga) faktor utama yang harus menjadi perhatian untuk bisa meraih kemenangan. Faktor pertama adalah popularitas. Sejauhmana seorang calon bisa popular dan dikenal oleh masyarakat pemilih. Salah satu variabel popularitas dipengaruhi sejauh mana sang calon mempunyai kiprah dan kontribusi di masyarakat selama ini. Nanik Endang Rusminiarti yang notabene adalah Wabup petahana setidaknya sudah memiliki kontribusi nyata yang dirasakan oleh masyarakat, demikian juga dengan Ida Yuhana Ulfa melalui kontribusi di dunia pendidikan yang digelutinya, baik lewat pendidikan umum dan pesantrennya.

Faktor kedua adalah akseptabilitas. Sejauhmana seorang calon bisa diterima oleh masyarakat pemilih. Bisa jadi ada calon yang sangat popular tetapi ternyata penerimaan masyarakat pemilih kurang, sehingga hal ini mempengaruhi perolehan suara nantinya. Sosok Nanik Endang Rusminiarti dan Ida Yuhana Ulfa setidaknya sudah memiliki akseptabilitas di komunitas atau kelompoknya. Melalui berbagai organisasi dan wadah sosial yang digeluti kedua orang tersebut, setidaknya bisa menjadi basis modal akseptabilitas, setidaknya di organ mereka masing-masing.

Faktor ketiga adalah elektabilitas. Faktor yang ketiga ini menjadi faktor penentu tetapi sekaligus menjadi faktor sulit diprediksi secara pasti, karena dipengaruhi banyak hal. Bisa saja ketika ada sosok figur yang dikenal dan diterima oleh masyarakat pemilih, tetapi pemilih pada akhirnya tidak memilihnya karena terkena pengaruh politik uang (money politic) atau intimidasi misalnya, sehingga faktor ketiga ini akan sulit diprediksi.

Selain ketiga faktor tersebut, konstelasi dari masing-masing partai politik dalam mengusung pasangan calon menjadi variabel yang harus diperhitungkan. Komposisi koalisi partai apa dengan partai apa, dan mengusung bakal calon bupati siapa dengan bakal calon wakil bupati siapa juga menjadi faktor penentu berikutnya.

Namun demikian, muncul pertanyaan mendasar bagi masyarakat pemilih, apa kira-kira motivasi mereka maju mengikuti kontestasi Pilkada kali ini? Yang bisa menjawab pasti pertanyaan tersebut adalah kandidat itu sendiri. Namun boleh kiranya publik memiliki harapan dan keinginan agar motivasi yang diambil bukan untuk sekadar melanggengkan kekuasaan, mempertahankan status quo, mengejar prestise, dan memburu peruntungan.

Motivasi yang diharapkan masyarakat pemilih tentunya agar mereka benar-benar memiliki visi, misi, program, dan strategi membangun Magetan ke depan menjadi lebih baik. Ada banyak tantangan dan pekerjaan yang harus diselesaikan dan dikerjakan untuk Magetan supaya menjadi kabupaten yang mampu bersaing dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Timur. Agar Magetan mampu menuju Magetan EMAS (Elok, Makmur, Adil, Sejahtera). Semoga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini