POJOKKATA.COM, Magetan – Di usianya yang hampir satu abad, Mbah Semi, seorang yang hidup sebatang kara, terpaksa ngutang beras untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-harinya. Namun, ironisnya, namanya tidak terdata dalam Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem P3KE, sehingga ia tidak mendapatkan bantuan beras untuk masyarakat miskin.
Mbah Semi, yang diperkirakan berusia 90 tahun tinggal di Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Rumahnya yang berukuran 4×6 meter itu adalah hasil bantuan pemerintah dari program rumah tidak layak huni tahun 2018.
Sambil membuka pintu rumah, Mbah Semi menceritakan kesehariannya sebagai pekerja membuat kerupuk beras dengan upah seiklhasnya. “Umur saya tidak tahu, pokonya saya masih ingat ada tentara Belanda masuk desa ini. Saya tadi pulang dari membuat opak, upahnya seiklhasnya kadang sehari Rp 5.000 untuk beli beras,” ujarnya.
Hidup sebatang kara, Mbah Semi hanya memiliki 3 lemari tua sebagai penyekat kamar 4×6 meter yang dihuninya. Anak satu-satunya laki-laki sudah meninggal, dan suaminya juga telah tiada. Rumah yang rapuh dan kondisinya memprihatinkan menjadi saksi bisu perjuangannya.
“Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan,” tambahnya.
Namun, yang lebih memprihatinkan lagi, Mbah Semi tidak terdaftar sebagai penerima bantuan beras, meskipun para tetangganya sudah mendapatkan kupon untuk menerima beras miskin sebanyak 10 kilogram.
“Tetangga sudah menerima kupon katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada,” keluhnya.
Kepala Desa Gebyog, Suyanto, mengakui bahwa sejumlah warganya yang renta dan hidup sebatang kara tidak masuk dalam data penerima bantuan beras. Meski telah mencoba menyuarakan permasalahan ini dalam musyawarah rencana pembangunan daerah, namun dengan acuan data dari pusat, ia merasa tidak bisa berbuat banyak.
“Tidak terlibat dalam pendataan, data ini dari pusat tapi saya pastikan yang digunakan ini data lama karena selain warga miskin tidak terdata, ada warga yang punya mobil 2 malah masuk data penerima bantuan. Warga yang sudah meninggal juga masih ada datanya masuk sebagai penerima bantuan beras,” ungkap Suyanto.
Mbah Semi sendiri mengaku bahwa sejak pandemi COVID-19, namanya hilang dari daftar penerima bantuan beras. Ia berharap dapat mencukupi kebutuhan makan dengan bekerja sebagai buruh pembuatan kerupuk beras dan mengandalkan bantuan dari tetangga atau keponakannya.
Namun, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Magetan, Parminto Budi Utomo, menyatakan bahwa Mbah Semi sebenarnya menerima bantuan dari pemerintah, termasuk perbaikan rumah tidak layak huni dan program Bunda Kasih senilai Rp 300.000 untuk bantuan pangan.
“Sebenarnya Mbah Semi diminta tinggal dirumah keponakannya, namun tidak bersedia, hanya malam hari saja dijemput. Bantuan BPNT sejak 2021 terhenti, tercover bunda kasih dan permakanan,” jelas Parminto.
Dari laporan pendamping yang diterima Dinas Sosial, Mbah Semi bekerja bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan makan, tetapi untuk mengisi kegiatan sehari-hari agar tidak menganggur.
Meski namanya tidak terdaftar sebagai penerima bantuan beras, Parminto berpendapat bahwa Mbah Semi mengeluh karena rasa ingin menerima bantuan melihat tetangganya mendapatkannya. “Memang mengeluh tidak dapat bantuan beras, hanya kepengen kok tetangganya dapat tapi tidak, karena untuk makan dan kehidupan sangat tidak kekurangan,” pungkas Parminto.