POJOKKATA.COM, Semarang – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Zulkifli Hasan, mendorong Perum Bulog untuk menyerap gabah petani dengan target harga Rp6.500 per kilogram dan beras Rp12.000 hingga Rp12.250 per kilogram, hingga mencapai volume 3 juta ton pada 2025. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan Indonesia tidak mengimpor beras tahun depan, sesuai dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto.
“Bulog sebagai lembaga eksekutor dalam hal pangan harus fokus dan sungguh-sungguh menyerap gabah dan beras petani lokal. Komitmen ini menjadi kunci stabilitas harga di tingkat petani,” ujar Riyono Caping, anggota DPR RI dari PKS, dapil Jawa Timur 7.
Namun, Riyono mempertanyakan kemampuan Bulog mencapai target tersebut, mengingat capaian serapan beras dalam negeri tahun 2024 baru mencapai 1,26 juta ton. Jumlah ini terdiri dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 831 ribu ton dan beras komersial sebesar 434 ribu ton.
“Kalau tahun ini saja baru mampu menyerap 1,26 juta ton, bagaimana dengan target 3 juta ton tahun depan? Bulog harus bekerja ekstra keras. Mampu atau tidak?” ujar Riyono.
Ia juga menyoroti rekam jejak Bulog yang dinilai belum maksimal. Sebagai contoh, pada 2022 Bulog gagal memenuhi target penyerapan gabah petani meski sudah diminta membeli dengan harga berapa pun.
Sebagai panduan, Badan Pangan Nasional telah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras sesuai Kepbadan Pangan Nomor 2 Tahun 2025. HPP ini mencakup:
1. Gabah Kering Panen (GKP) di petani: Rp6.500 per kg dengan kadar air maksimal 25% dan kadar hampa maksimal 10%.
2. GKP di penggilingan: Rp6.700 per kg dengan spesifikasi serupa.
3. Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan: Rp8.000 per kg dengan kadar air maksimal 14% dan kadar hampa maksimal 3%.
4. GKG di gudang Bulog: Rp8.200 per kg dengan spesifikasi serupa.
5. Beras di gudang Bulog: Rp12.000 per kg dengan derajat sosoh minimal 100%, kadar air maksimal 14%, butir patah maksimal 25%, dan butir menir maksimal 2%.
Riyono menilai, peraturan ini belum cukup untuk memastikan penyerapan optimal. Ia menyarankan Bulog menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai mitra strategis.
“Bulog perlu menggandeng BUMDes dan Gapoktan dalam penyerapan gabah dan beras. Satgas Bulog tidak cukup untuk menjangkau petani di lapangan. Dengan kerja sama ini, petani akan lebih diberdayakan, dan sistemnya bisa saling menguntungkan,” tegas Riyono.
Ia juga mengingatkan bahwa peran BUMDes sebagai badan usaha milik desa sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Dengan waktu yang semakin sempit, Bulog diharapkan segera bergerak cepat untuk memenuhi target ini, sembari menjawab tantangan yang ada. Keberhasilan program ini bukan hanya soal angka, tetapi juga keberlanjutan ketahanan pangan nasional. (Gal/PK)